Catatan Dunia Menulis dan Kreativitas

11 September 2014

BEAUTIFUL LIAR - BAB PERTAMA

12:52 AM Posted by dee 8 comments
 Cuplikan novel "BEAUTIFUL LIAR", salah satu pemenang Lomba Menulis Novel Gagas Media dengan tema Seven Deadly Sins.

# 1

A Little Trick

Papa di mana? Apa Papa tahu setiap meter jarak yang memisahkan Lulu dari Papa bikin Lulu semakin menderita?


Gue nggak mau tahu, pokoknya sekarang kita putus!”

Ada banyak suara yang memenuhi area kedatangan Bandar Udara Soekarno Hatta; gemuruh pesawat yang sesekali melintas, suara tangis dan tawa penumpang, ataupun geretak puluhan koper yang diseret di atas lantai. Namun, hanya suara mendengking gadis itu yang mampu membuat Lunetta mengangkat kepalanya. Seorang gadis muda berambut cokelat berjalan mondar­-mandir dengan ponsel di telinganya, sementara tangan kanannya menggenggam gelas ice cappuccino yang
hampir habis.

Sebenarnya gadis itu lumayan cantik. Usianya tidak jauh dari Lunetta, mungkin sekitar tujuh belas atau paling jauh baru awal masuk kuliah. Rambutnya di­blow, makeup­nya sedikit berlebihan tetapi masih bisa dimaafkan, dan selera bajunya lumayan bagus, meskipun masih tergolong penampilan sejuta umat.

Ia mengenakan hot pants warna tosca dari Mango, berpadu dengan atasan putih berenda dari Forever 21 sementara tas cokelat selempang mungilnya keluaran terbaru dari Zara, cocok dengan wedges dari Charles and Keith. Namun, semua itu dirusak dengan nada bising yang keluar dari bibir warna apricot­nya.

“Kan gue udah bilang gue bakal nyampe pukul dua. Ya gue nggak peduli lo kudu bolos kuliah. Kalau gue bilang datang sekarang ya datang sekarang. Enggak!” Ia menyalak. “Gue nggak bilang gue datang pukul empat. Gue bilang datang pukul dua. Lo mau ngebantah gue?”

Ia melempar wadah minuman plastiknya ke arah tempat sampah. Gagal. Gelas plastik itu memantul di pinggir tempat sampah dan menggelinding. Airnya yang masih tersisa menetes keluar dari penutupnya, membasahi lantai bandara yang merah kecokelatan. Tanpa peduli pada nasib si gelas plastik, ia meneruskan pembicaraannya.

Lunetta melirik tajam gadis itu. Ia benci melihat orang yang buang sampah sembarangan.

“Nggak usah. Lo nggak usah kemari. Gue nggak mau ketemu sama lo. Kita selesai sampai di sini aja.” Gadis itu menutup ponselnya, tersenyum puas. “Mampus, lo. Gue mau lihat lo nyembah­nyembah minta balik ke gue.” Gadis itu kemudian menekan nomor telepon lain.

Lunetta mengangkat alis, terkejut mendengar nada suaranya yang tadinya begitu marah berubah menjadi manja, seakan­akan ia adalah nenek sihir yang mendadak berubah menjadi ABG berusia 16 tahun.

“Radin sayang, lo dah nyampe di mana sekarang? Oh,udah ada di tol bandara? Cepetan datang, ya, Sayang. Iya, gue nggak sabar banget pengin ketemu sama lo.”

Tanpa sadar gadis itu menyibakkan rambut di atas telinganya, memperlihatkan arloji yang melingkari pergelangan tangan kanannya. Jam tangan yang cantik, pikir Lunetta. Warnanya putih mengilap, dihiasi beberapa butir berlian mengelilingi permukaan jamnya sementara di bagian dalam, terlihat hiasan bunga merah yang semakin menegaskan kemewahannya. Trendi sekaligus mahal.

Lunetta mengerutkan dahinya, mencoba berpikir di mana ia pernah melihat jam tangan seperti itu. Di situs fashionista? Di majalah fashion terbaru?

Gadis norak itu terkikik kecil saat menutup koneksi ponselnya, seperti anak kecil yang baru saja sukses mencuri kue kering dari lemari dapur ibunya. Baru kemudian ia sadar seseorang tengah memperhatikannya.

“Kenapa lo?” Ia menatap Lunetta dengan dagu terangkat. Seulas senyum sombong terukir di bibir nya. “Ngiri, kan, lo karena nggak bisa punya dua gebet an sekali gus kayak gue?”

Lunetta menggeleng. Ia menunjuk ke arah jam tangan yang dikenakan sang gadis.

“Jam tangan itu…,” Lunetta menggigit bibir bawahnya. “Itu keluaran terbaru dari Shiondra Simone, kan? Seri Venus, kan?"

“Iya. Ini baru saja launching di New York seminggu lalu. Hadiah dari cowok gue.” Gadis itu tersenyum bangga.“Atau lebih tepatnya, mantan gue.”

“Sudah berapa lama kamu pakai jam tangan itu?”

Gadis itu menatap Lunetta, ia baru menyadari ada ekspresi kekhawatiran di wajah Lunetta. “Memangnya ke­napa?”

“Kamu nggak tahu? Aduh, gimana sih kamu. Padahal di Twitter ramai banget.”

“Ramai gimana?”

“Shiondra Simone itu lagi dituntut di Amrik. Di sana, sudah ada tiga cewek yang tewas setelah dua hari memakai seri Venus itu. Di Inggris sudah satu. Tadi pagi, malah ka­tanya sudah ada cewek Singapore yang koma.”

“Maksud lo apa?” Suara gadis itu meninggi, wajahnya memucat karena panik.

“Seri Venus itu dibuat dari bahan khusus yang belum tuntas diteliti. Ternyata bahan itu kalau kena keringat, la­ma-­lama akan membentuk racun yang akan terserap kulit. Racun itu menyerang otak dan berakibat koma, bahkan ke­matian.”

“Enggak... enggak mungkin!” Ia menggelengkan kepalanya berkali­-kali.

“Aku nggak bohong.” Lunetta menggeser posisi du­duknya, menjauhi gadis itu, seakan takut gadis itu telah beru­bah menjadi sumber penyakit menular. “Apa selama dua hari ini kamu nggak merasakan sesuatu? Gatal saat memakainya atau tenggorokan kamu sakit? Kepala kamu pusing, nggak? Reaksinya mungkin muncul dalam dua hari….”

Gadis itu terperangah. “Se­sebenarnya kemarin gue ngerasa kepala gue mendadak pusing. Udah gitu tadi pagi pas di pesawat, tenggorokan gue rada sakit….”

Lunetta membelalakkan matanya. “Itu!” Ia menekan­kan nadanya. “Itu salah satu tanda­-tandanya.”
“Nggak mungkin.” Gadis itu semakin ketakutan, ia se­perti menyadari bahwa tiba­-tiba saja ia memakai bom yang dapat meledak setiap saat. “Aduh, tolongin gue dong. Gue harus gimana sekarang?”

“Kalau kamu nggak cepat­cepat melepas jam tangan itu….”

Ketakutan gadis itu sampai ke puncaknya. Gadis itu menjerit seraya berusaha melepaskan jam tangannya. Dalam kepanikannya, ia melemparkan jam tangan itu ke tempat sampah, tepat langsung ke sasaran. Lunetta cepat-­cepat mengeluarkan tisu basah dari kantong tas selempangnya.

Berkali­-kali ia mengusap tangan kanan gadis itu, membantu membersihkan tangannya.

Lunetta menatap gadis itu dengan mata khawatir. “Nah sekarang, mendingan kamu cepat bersihin tangan di toilet.Cuci sepuluh kali pakai sabun. Ntar kalau masih terasa gatal atau nggak enak, kamu cepat­-cepat ke UGD.”

Gadis itu mengangguk ketakutan, dan bahkan berte­rima kasih kepada Lunetta. Cepat­-cepat ia berlari menembus kerumunan penumpang menuju toilet yang terletak jauh di salah satu sudut bandara. Lunetta menatap gadis itu dengan cemas. Begitu gadis itu tak terlihat dari pandangannya,
ekspresi Lunetta berubah. Gadis itu mengangkat dagunya, mengukir senyum kemenangan.

“Dasar cewek bego,” desis Lunetta. “Baru bisa mainin cowok aja sudah bangga.”

Dengan langkah ringan, Lunetta berjalan menuju tem­pat sampah, memasukkan tangannya untuk meraih jam tangan yang tergeletak di sana. Permukaan jam tangan itu sedikit basah, barangkali terkena sisa tum pahan minuman di dalam di sana. Tetapi tidak masalah. Lunetta mengenakan
jam tangan cantik itu dan ter senyum puas.

“Lumayan,” katanya.

Lunetta berani menjamin korbannya akan mengamuk saat menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Namun, pada saat itu, Lunetta sudah jauh pergi. Lagi pula, cewek seperti itu pasti tidak akan kesulitan mendapatkan lelaki yang mau membelikannya jam tangan baru. Selalu ada lelaki bodoh yang mau saja dikerjai perempuan seperti itu.

“Lulu….”

Lunetta terkesiap, tidak menduga ada seseorang yang memanggil namanya. Untuk sesaat, ia mengira gadis bodoh itu kembali dan tahu siapa dirinya yang sebenarnya. Tetapi, itu tidak mungkin terjadi, kan?

Saat Lunetta menoleh, ia mendapatkan mamanya ber­diri di belakangnya. Lunetta menarik napas lega. Mama begitu mirip dengan dirinya, bahkan bisa di katakan, versi lain dirinya. Hanya saja, Mama memiliki beberapa kerutan di wajahnya. Dia juga memotong rambut hitam legamnya hingga sepundak, dan yang paling menyebalkan, memiliki perut yang menggelembung karena hamil.

Melihat mamanya hamil, Lunetta hanya bisa berdecak kesal. Sudah lebih dari tiga tahun ia tidak bertemu dengan mamanya. Sejak mama dan papanya resmi bercerai, Lunetta tinggal bersama Papa. Lunetta selalu menipu dirinya bahwa mamanya tidak mungkin mengkhianati papanya. Mungkin Mama sedang khilaf. Mungkin Mama kelak akan menyesal telah menceraikan Papa. Mungkin suatu saat mereka bertiga akan bersatu kembali dan keluarga kecil mereka akan baha­gia lagi.

Namun, dua tahun yang lalu, Lunetta harus menya­dari bahwa impiannya tidak mungkin terwujud. Mama­nya menikah lagi dengan seorang dosen universitas swasta yang kabarnya sudah menjabat sebagai dekan fakultas nya.

Dan sekarang, Mama berdiri di hadapannya dalam kondisi hamil tua. Ia semakin membenci mamanya. Seandainya saja Papa tidak memaksanya, Lunetta tidak akan sudi berada di
Jakarta. Ia seribu kali akan memilih bersama papanya.

“Coba Mama lihat wajahmu, Lulu. “

Lunetta ingin mengelak, tetapi Mama lebih cepat me­raih pipinya. Lunetta terpaksa diam, membiarkan Mama mengamati wajahnya. Ada air mata mengalir di wajah Mama. Mama mengelus pipi Lunetta, menarik napas lega kemudian memeluk putrinya. Pelukan itu terasa aneh bagi Lunetta, seakan­-akan ia tengah dipeluk oleh orang asing yang kebetulan lewat.

"Untung semakin lama kamu semakin mirip Mama, tidak seperti papamu.” Mama tersenyum bahagia.

Mendengar itu, Lunetta langsung melepaskan pelukan mamanya. Ia tidak suka jika Mama mulai mencela papanya. Memang kenapa kalau dia mirip papanya? Dia, kan, me­mang anak papanya.

“Mama, bisa kita pergi sekarang?” Lunetta mengalih­kan topik pembicaraan.

“Iya, tentu saja.” Mama menghapus air matanya.

“Mama sampai lupa kalau Pak Tono sudah menunggu kita. Mana barang-­barangmu?”

Lunetta menunjuk sebuah koper ber ukuran sedang ber­warna biru muda dan sebuah tas selempang cokelat yang tergeletak di sampingnya. Lunetta tidak memiliki banyak barang. Hidup ber sama Papa mengharuskannya untuk me­miliki barang yang ringkas dan mudah dibawa ke mana­-mana. Namun, Lunetta tidak pernah keberatan dengan itu semua. Setidaknya hidup bersama Papa selalu seru. Papa
juga tidak akan mengurungnya dalam sangkar seperti yang akan dilakukan oleh mamanya.

Dengan enggan, Lunetta menarik kopernya, membiar­kan roda-­roda kecil kopernya menggilas lantai bandara. Mama membawakan tas selempang Lunetta yang tidak se­berapa berat. Sebenarnya, Mama tidak perlu me lakukannya, tetapi dia bersikeras. Tatapan Mama jatuh ke pergelangan
tangan putri tunggalnya.

“Jam tangan baru?”

“Ya gitu deh, Ma.” Sekarang giliran Lunetta untuk ter­senyum tipis.

Lunetta bertanya­-tanya bagaimana reaksi mamanya kalau beliau tahu apa yang baru saja terjadi. Ia menduga mamanya akan langsung marah besar. Bahkan jika ia ber­untung, mamanya akan langsung mengembalikannya ke­pada Papa. Namun, satu hal yang Lunetta yakin, Papa pasti akan bangga kalau tahu kejadian tadi.

Lunetta dan mamanya berjalan menuju lapangan parkir. Pada saat yang sama, sebuah bus tur berhenti dan menurunkan isinya, satu rombongan tur yang lebih ramai dari pada seratus bebek yang berbunyi secara bersamaan.

Itu adalah perlindungan alami bagi jejak Lunetta. Sekilas, Lunetta menoleh ke belakang, ke arah bangku panjang ber­warna cokelat, tempatnya menunggu berdiri tadi. Gadis berbibir apricot itu telah kembali. Sayang, dari jaraknya, Lunetta tidak bisa melihat ekspresi wajahnya—yang pastinya marah besar. Lunetta hanya bisa membaca gerakan tubuhnya. Gadis itu men gentakkan kaki, menyadari
Lunetta tidak ada lagi di sana. Ia berlari menuju tempat sam­pah, dan membongkarnya seperti orang gila. Saat ia tidak berhasil menemukan jam tangannya, gadis itu memekik marah dan kemudian menendang tong sampah yang tidak bersalah itu. Di belakangnya, seorang satpam hanya bisa
menggaruk kepalanya, kebingungan sekaligus tidak berdaya.

Lunetta tersenyum tipis. Gadis itu boleh mengamuk sesukanya, tetapi ia tidak akan mendapatkan jam tangannya kembali ataupun menemukan siapa pe akunya. Seti­daknya, itu akan memberikannya pe lajaran kepadanya agar tidak belagu.

“Sayang banget,” komentar Mama saat mereka me­nyeberang jalan, berjalan menuju lapangan parkir tempat Honda Jazz merah dan sopir mereka telah sigap menunggu keduanya dengan pintu penumpang terbuka. “Jam baru,udah basah begitu.”

16 July 2014

Mengembangkan Ide Menulis dengan Sistem SCAMPER

8:00 AM Posted by dee 7 comments

Bagaimana kalau kita gabungkan kucing dengan errr.. domba?
Seorang penulis yang baik adalah penulis yang tidak terpaku pada ide yang pertama kali keluar. Baginya, ide adalah sesuatu yang bisa terus bergerak, berubah. Bahkan sebenarnya, ide pertama yang keluar dalam benaknya adalah ide yang paling biasa-biasa saja, kurang orisinal. Mengapa/ Karena otak kita biasa melakukan asosiasi terdekat. Semakin lama kita memikirkan ide tersebut, kita akan mencari sesuatu yang asosiasinya tidak dekat. Lama-lama kita akan menemukan sesuatu yang lebih orisinil dibandingkan ide pertama kita. 

Salah satu cara untuk mengolah ide tersebut adalah dengan menggunakan sistem Scamper.
Scamper adalah sembilan prinsip berpikir kreatif yang diciptakan oleh Alex Osborn dan emudian disusun ulang oleh Bob Eberle. Kesembilan prinsip berpikir itu adalah:

S (Substitute) = Mengganti
C (Combine) = Kombinasi
A (Adapt) = Menyesuaikan
M (Magnify/Modify) = Memperbesar/Memodifikasi
P (Put to other use) = Memanfaatkan untuk kegunaan lain
E (Eliminate) = Menghapus
R (Rearrange/Reverse) = Menyusun kembali/Membalik

Scamper disusun berdasarkan pendapat bahwa segala sesuatu yang ‘baru’ sebenarnya adalah penambahan atau modifikasi dari segala sesuatu yang ada. Contohnya, handphone adalah modifikasi dari telepon. Tablet seperti Ipad adalah modifikasi dari komputer. Di dunia kepenulisan, hal yang sama juga berlaku. Kisah Titanic, misalnya, tidak lebih dari versi lain Romeo dan Juliet. Begitu juga dengan cerita Cinderella dan Beauty and The Beast.

Menerapkan Scamper dalam Menulis

S (Substitute) = Mengganti.
Anda boleh mengambil sebuah cerita yang Anda sukai dan mengganti semua hal yang bisa Anda ganti. Ini bukan mencuri, selama orang lain tidak bisa mengenali darimana ‘inspirasi’ cerita Anda. Misalnya Anda mengambil Twilight, tetapi yang manusia adalah cowok, ditemani satu peri cantik dan satu penyihir. Genrenya bukan romantis melainkan komedi. Lokasinya di pedalaman papua. Tetapi plotnya sama persis dengan Twilight.

C (Combine) = Kombinasi
Anda juga bisa menggabungkan beberapa cerita untuk mendapatkan satu cerita yang menarik. Misalnya: Gabungan dari Finding Nemo dan Lord of the Ring, atau  Inception dengan Twilight dan Titanic. Atau Ayat-ayat Cinta dengan Ada Apa dengan Cinta?

A (Adapt) = Menyesuaikan
Sebelum Anda, sudah ada orang-orang yang memikirkan masalah yang mungkin tengah Anda hadapi. Anda bisa memanfaatkan pemikiran ini demi kepentingan Anda. Cara mengolah plot siapa yang Anda Anda bagus? Cara menciptakan tokoh siapa yang bisa saya tiru? Apa yang bisa saya gabungkan dengan ide saya? Bagaimana saya menyesuaikan teori kepenulisan yang saya pelajari dengan situasi saya?

M (Magnify/Modify) = Memperbesar/Memodifikasi
Cara lain mendapatkan ide adalah dengan memperbesar atau memperluas ide Anda. Ini, menurut saya adalah salah satu bagian terpenting menjadi penulis. Jika Anda hanya meniru karya penulis lain, Anda tidak memberikan makna baru bagi pembaca. Perempuan jatuh cinta pada lelaki? Sudah banyak sekali. Lalu di mana kelebihan karya Anda? Apakah ada nilai ekstra dalam karya Anda? Bagaimana Anda bisa menciptakan tulisan yang lebih dalam, lebih luas atau lebih bermakna dibandingkan karya yang sudah ada sebelumnya?

P (Put to other use) = Memanfaatkan untuk kegunaan lain
Apakah buku Anda bisa digunakan untuk hal yang lain selain hiburan atau hadiah? Misalnya, buku Anda didesain untuk dibentuk menjadi wadah barang, pajangan yang menarik, dan lain-lain. Dengan demikian, Anda bisa meluaskan lingkup pemasaran buku Anda.

E (Eliminate) = Menghapus
Selain menambahkan ide, Anda juga bisa membuang sebagian dari ide tersebut. Coba perhatikan, bagian mana yang bisa Anda abaikan? Bagaimana kalau buku ini dibagi dua bagian saja? Bagaimana kalau cerita ini dipadatkan? Mana yang perlu? Mana yang tidak perlu?
Proses ini akan Anda hadapi saat Anda mulai mengedit naskah. Mungkin Anda akan merasa sulit karena Anda merasa semua bagian cerita Anda ‘terlihat’ utuh dan tidak boleh diotak-atik. Namun jika Anda bersedia mengotak-atik cerita Anda, bermain dengan ide menghapus dan memadatkan, maka bisa jadi tulisan Anda akan jauh lebih kuat.

R (Rearrange/Reverse) = Menyusun kembali/Membalik
Ide tentang membalik ini sudah dibahas minggu lalu secara spesifik. Tetapi intinya, kita mengubah langkah kita dalam menyusun cerita. Dari yang biasanya menulis dari awal, kita memulai dengan dari belakang.

Salinger dan Kafka

Saya ingin menutup tulisan kecil ini dengan cerita tentang Kafka dan JD Salinger. Saat novel Franz Kafka keluar, banyak orang terkesima akan unsur keterbaruan dalam novel Metamorphosis-nya. Ya iyalah, orang tokoh utamanya bangun dan langsung berubah menjadi serangga. Siapa yang akan terpikir? Hal ini membuat JD Salinger merasa tidak percaya diri, namun pada saat yang bersamaan, ia juga merasa tertantang. Ia membaca semua karya Kafka dan berusaha untuk menulis dengan gayanya sendiri. Hasilnya? Catcher in The Rye yang terkenal itu. Sejumlah penulis yang terinspirasi dari tulisan Kafka adalah George Orwell dan Neil Gaiman. Tetapi para penulis ini, tidak sekedar menyalin gaya Kafka, mereka menambahkan hal-hal yang belum diekspolarasi oleh Kafka. 
 
Intinya adalah jangan ragu untuk mengobrak-abrik tulisan penulis lain. Karya yang sudah ada saat ini bisa jadi bukan karya yang terbaik. Bakan, mereka menunggu untuk Anda eksplorasi, Anda perdalam dan Anda kembangkan.

09 July 2014

Stuck? Mungkin Ide Novel Kamu Harus Dibalik.

8:00 AM Posted by dee 6 comments
Kadang kita harus membalikkan badan eh ide untuk tahu jawabannya
Cara membalikkan ide ini, atau lebih tepatnya membalikkan alur pemikiran kita adalah salah satu cara yang saya dapatkan ketika saya menulis novel saya, Detektif Imai. Menulis cerita detektif itu (katanya) sedikit berbeda. Pada umumnya saat menulis cerita,  kita berpikir dari A ke B lantas ke C. Tetapi saya kemudian dinasehati bahwa saat menulis cerita detektif, kita harus berpikir dari C, ke B baru kemudian A. Jadi, kita berpikir mundur.

Contohnya: Kita tidak berpikir detektif X menemukan mayat dan kemudian melihat petunjuk yang ada dan kemudian menentukan pelakunya. Tetapi sebagai penulis, kita berpikir kebalikannya. kita mulai berpikir dari apa yang sebenarnya terjadi, kemudian mundur ke awal cerita sementara kita  menyembunyikan dan menyebarkan satu persatu petunjuknya.

Saya pikir, ini adalah teknik ‘khusus’ untuk menulis cerita detektif saja. Akan tetapi saya kemudian menyadari bahwa pemikir besar seperti Einstein juga memakai cara ini dalam bekerja.

Bagaimana Cara Bekerja Mundur

Dalam berpikir ‘standar’, Anda bergerak maju satu persatu. Anda berpikir dari AàBàCàDà E. Dengan berpikir mundur, cara pikiran Anda menjadi tidak beraturan. Anda akan memikirkan dahulu kesimpulannya (akhir cerita). Anda sudah tahu terlebih dahulu bagaimana cerita Anda berakhir. Mungkin tokoh utamanya bahagia, mungkin meninggal, mungkin mendapatkan hikmah dari perjuangannya. Apapun itu, Anda sudah menentukan terlebih dahulu endingnya. Mari kita sebut Ending ini sebagai titik E.

Nah setelah itu, Anda tinggal mengisi titik-titik agar bisa sampai ke A (awal cerita). Bisa jadi, Anda akan terlebih dahulu menemukan titik awalnya. Bisa jadi, Anda akan menemukan titik tengahnya. Kurang lebih, pemikiran Anda kurang lebih terwujud dalam bentuk EàCàBàDàA.

Dengan cara ini, Anda akan menemukan beragam cara untuk memulai sebuah cerita dan mengembangkan alur cerita. Anda tidak lagi terfokus pada bagaimana tokoh Anda bertemu (karena Anda bisa mengembangkan puluhan versi pertemuan tokoh Anda), misalnya. Tetapi Anda fokus pada hasil akhir cerita Anda, apa yang ingin Anda sampaikan ke pembaca Anda.

Petunjuk Berpikir Mundur


  1. Tutup mata Anda, rileks, dan bayangkan ending (akhir cerita) ideal yang Anda inginkan untuk cerita Anda. Apakah Anda ingin tokoh utama Anda bahagia selama-lamanya? Ingin tokoh Anda menyesal seumur hidup?
  2. Tuliskan ending tersebut di kertas. Tuliskan apa manfaat Anda menuliskan ending seperti itu. Tuliskan pula bagaimana perasaan Anda. Anda bisa juga membayangkan pembaca atau editor Anda.
  3. Bagaimana caranya tokoh-tokoh Anda mencapai ending tersebut? PIkirkan caranya. Terkadang Anda mungkin hanya menemukan sedikit bagian awal, sedikit bagian tengah. Tidak apa-apa.
  4. Biarkan semua alternatif pemikiran Anda muncul. Anda akan menemukan tokoh baru, setting baru, mencoret tokoh yang sudah ada, membuang konsep yang Anda pegang. Jangan disensor.
  5. Mulailah mengurutkan adegan mana yang muncul terlebih dahulu. Pemikiran ini akan memaksa Anda untuk memikirkan ulang kaitan antar adegan, hubungan antar tokoh, dan sebagainya. Namun pada saat yang sama, Anda juga tetap terfokus pada tujuan utama Anda.

Nah itu sedikit pengetahuan yang bisa saya bagi bersama Anda.

Mari kita berbagi pengalaman dan berdiskusi, Lovelies. ^____^

Sumber: Michalko, Michael. Cracking Creativity: The Secrets of Creative Genius (2001)

02 July 2014

MENJARING IDE MELALUI JURNAL DAN MIMPI

8:00 AM Posted by dee 4 comments
Berapa banyak dari Anda yang memiliki notes atau jurnal? Lebih jauh lebih berapa banyak dari Anda yang menulisnya SETIAP HARI? Saya harap Anda semua memiliki buku catatan, meskipun tidak menggunakannya setiap hari.

Anda tahu, buku catatan merupakan hal yang paling esensial dalam menangkap ide bagi penulis. Mengapa? Karena ide dapat hilang dalam sekejap. Anda mengatakan, “saya punya ide ini…” kemudian Anda berpikir, “Ah, nanti saja saya mencatatnya di rumah.” Yakin Anda masih ingat begitu sampai di rumah? Belum tentu. Jangan-jangan Anda malah sibuk dengan yang lain. Akhirnya sebelum tidur Anda malah berpikir, “tadi kayaknya aku punya ide keren, deh. Tapi apa, ya?”

Saya pernah memiliki seorang murid menulis. Saya mengatakan padanya bahwa semua penulis terkenal selalu memiliki buku catatan untuk mencatat ide. Dan wow, besoknya tanpa saya minta, dia sudah memiliki notes. Jadi, jika Anda serius ingin jadi penulis, miliki sebuah buku catatan dan bawa bolpein ke mana-mana. Setidaknya bolpein. Setidaknya Anda bisa meniru Stephen King yang langsung mencatat idenya di atas tissue makan. Alternatif lain, Anda bisa menggunakan handphone atau tablet untuk mencatat atau merekam suara Anda. 

Dan setelah Anda memiliki notes, bawalah notes Anda ke manapun Anda pergi. Catatlah segala sesuatu yang menarik perhatian Anda. Catat kalimat dalam buku yang Anda temukan. Catat pengamatan Anda terhadap sesuatu. Catat ide Anda yang keluar.

Setelah beberapa saat buku Anda mulai penulis, coba baca kembali notes Anda. Koneksi ide apa yang Anda temukan? Apa ada hal-hal yang bisa Anda kembangkan lebih jauh lagi? 

MORNING PAGES 

Oke. Anda sudah punya notes. Lalu, apa langkah selanjutnya? Morning Pages. Huh, apa itu? Istilah morning pages berasal dari Julia Cameron, penulis The Artist’s Way. Bukunya bagus untuk Anda yang ingin memecahkan kebuntuan Anda dalam menulis, secara spiritual. 

Konsepnya sederhana saja. Setiap pagi, begitu Anda bangun tidur, luangkan waktu untuk menulis selama tiga halaman (makanya notesnya jangan besar-besar ^_^). Tulis apa saja. Mau curhat, mau bercerita tentang film yang tadi malam ditonton, mau nulis nggak jelas, silahkan saja. Poin dari Morning Pages adalah melatih tangan dan pikiran Anda untuk menulis tanpa aturan, tanpa sensor.  Ibaratnya olahraga, morning pages adalah pemanasan bagi Anda. Setelah itu selesai, tutup morning pages Anda dan lupakan. Tidak perlu Anda baca lagi. Lakukan kegiatan Anda sehari-hari.  

MIMPI 

Mimpi juga bisa menjadi tempat yang menarik bagi ide Anda. Kalau tidak, bagaimana mungkin ada yang bisa membuat film tentang dunia mimpi seperti Inception? Melalui mimpi, kita juga bisa mendapatkan ide cerita yang menarik. Semua ini tergantung bagaimana Anda memperhatikan mimpi Anda.

Untuk mendapatkan ide dari mimpi, cobalah buat jurnal mimpi. Mungkin akan ada saat di mana Anda tidur terlalu dalam sehingga tidak bermimpi. Tidak apa-apa. Yang penting, begitu bangun coba gali kembali pikiran Anda. Ingat-ingat kata kunci yang muncul dalam pikiran Anda.

Sejalan dengan waktu, semakin Anda mengamati mimpi Anda, semakin mudah ingatan mimpi itu akan kembali pada Anda. Bahkan mimpi Anda bisa terlihat lebih detil, lebih jelas. Siapa tahu, Anda akan menemukan jawaban dari kebuntuan ide Anda.

25 June 2014

5 Cara Menjaring Ide dari Buku dan Film

2:28 AM Posted by dee 6 comments


Bagi banyak orang, menemukan ide adalah hal yang paling sulit di dunia ini. Bagi orang-orang seperti Stephen King, ide tidak lebih mahal dari garam dapur. Ini karena bagi orang seperti Stephen King, ide hanyalah langkah awal, langkah kecil dari sebuah proses menulis yang panjang. Ide bisa datang dan pergi begitu saja. Ide bisa naik dan tenggelam.  Ide bisa menjadi cerita yang bagus atau jelek di tangan seseorang. Tidak pernah ada jaminan.

Oke. Terserah deh Stephen King mau bilang ide itu murah. Masalahnya, gimana kita mau membuat novel atau cerita kalau menemukan ide saja kita kesulitan?

Ada dua ‘cara’ yang pernah saya gunakan untuk menemukan ide menulis saya. Cara ini mungkin Anda semua sudah pernah mendengarnya, tetapi seberapa sering Anda menggunakannya untuk menjaring ide Anda?
MEMBACA BUKU UNTUK MENCARI SEBUAH IDE
Cara pertama adalah dengan membaca buku.  Bukan sekedar buku, tetapi buku yang bisa merangsang otak Anda, membuat Anda cemburu karena buku itu begitu bagus atau bahkan  membuat Anda ingin melempar buku itu dan berkata pada diri Anda, Anda bisa menulis sepuluh kali yang lebih baik dari buku tersebut. Pernahkah Anda?

Saya pernah. Ketika saya membaca Time Traveller’s Wife karya Audrey Niffenegger, saya tersentak. Buku itu begitu bagus hingga saya berharap saya yang mendapatkan ide tersebut, saya yang menuliskannya. Bahkan bisa dikatakan gaya mbak Audrey menulis, memengaruhi naskah yang sedang saya garap.

Stephen King berkata, bacalah buku yang bagus dan jelek. Buku yang bagus akan memicu Anda untuk lebih baik sementara buku yang jelek akan membuat Anda merasa lega karena tulisan Anda ternyata tidak sejelek itu. Kalau buku jelek itu bisa terbit, kenapa buku Anda tidak?

Jadi, bacalah buku yang bagus dan yang jelek. Mungkin Anda tidak akan langsung menemukan karya yang membuat Anda mak nyuzz tetapi, percaya pasti ada. Akan ada satu buku yang bikin Anda geregetan.

Cara kedua adalah, curilah plotnya. Yup, saya mengajarkan Anda mencuri. Curi plot yang Anda baca dari buku terkenal dan kemudian ubah segalanya. Ganti genrenya (roman menjadi detektif, misteri menjadi komedi dan lain-lain). Ubah settingnya. Gabung dengan plot buku lain. Lakukan semua yang Anda bisa untuk  menutupi  ‘kejahatan’ Anda. 

Karena apa? Karena tidak ada yang original di dunia ini lagi. Semua plot yang ada di dunia ini pernah ditulis sebelumnya. Yang bisa Anda lakukan adalah menambahkan sisi yang baru, yang mungkin belum pernah ditulis sebelumnya.  Anda protes dan menganggap ini tidak beretika? Umm, tahukah Anda kalau Naruto terinspirasi dari Harry Potter? Dan berapa banyak cerita di dunia ini yang memakai formula Cinderella? Romeo dan Juliet?

MENCARI IDE DARI FILM

Cara lain mendapatkan ide adalah dengan menonton film. Saya sering sekali menyarankan murid untuk membaca film. Mengapa? Karena menonton film hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari dua jam, sementara buku mungkin memakan waktu yang lebih dari itu.

Sama seperti buku, carilah film yang bisa menginspirasi Anda. Salah satu film yang paling menginspirasikan saya adalah Inception. Saya begitu tergila-gila dengan konsep mimpinya hingga saya menulis skenario tentang pembunuhan di dunia mimpi. Meski genrenya berbeda (satu science fiction, satu misteri), saya rasa orang dengan mudah tahu darimana saya mendapatkan idenya. Tetapi itu tidak masalah, bukan?

Film (atau lebih tepatnya drama) yang menginspirasi saya adalah Secret Garden (Korea).  Saya begitu menyukai kisah pengorbanan tokoh utamanya hingga saya merasa, saya harus, membuat cerita saya bisa mencapai level pengorbanan seperti itu. Jadi, sementara drama itu diputar di depan mata saya, tangan saya sibuk mencorat-coret di atas kertas. Saya merancang dunia fiksi saya. Aneh memang kalau dipikir.
Jadi, saat Anda mulai membaca atau menonton film, coba pikirkan hal-hal berikut ini untuk merangsang ide Anda.

  1. Apa hal yang bisa saya pelajari dari buku/film ini?
  2. Apa hal yang bisa saja ubah, saya acak-acak, saya putar-balikkan dari buku ini?
  3. Bagaimana kalau awalnya diubah atau endingnya diganti? Cerita apa yang akan tercipta?
  4. Bagaimana kalau settingnya saya ganti, (contoh) bukan di New York tetapi di pedalaman Papua?
  5. Bagaimana kalau tokoh utamanya justru tokoh yang tidak penting dalam cerita tersebut? Seperti apa cerita berlangsung dari sudut pandangnya?

08 May 2014

Apa yang Saya Cari dari Sebuah Naskah

5:00 PM Posted by dee 5 comments
Ada banyak naskah fiksi yang masuk ke email redaksi Moka Media setiap harinya. Dari begitu banyak naskah yang masuk, mungkin hanya satu atau dua naskah yang menarik perhatian saya. Sebagian besar dari mereka hanya saya baca sekilas dan kemudian saya harus mengirimkan surat penolakan. Apakah ini berarti naskah mereka buruk? Nggak selalu. Yang saya temukan justru, naskah mereka tidak sepenuhnya tergarap dengan baik. 

Untuk menggampang tugas kamu 'membaca' pikiran editor, ini saya tuliskan beberapa hal yang saya inginkan justrggak selalu. Kebanyakan Mungkin kedengarannya jahat, tetapi dengan banyaknya tugas yang harus diemban editor, akhirnya inilah yang harus saya harus melakukan.


1. Tulisan yang sudah 'beres'
Tulisan yang sudah beres ini artinya, penulis mampu menulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ia mengerti EYD, ia mengerti cara menulis kalimat efektif. Ia mengerti bagaimana mendeskripsikan sesuatu, menulis narasi dengan benar. Kalaupun ada kesalahan, kesalahannya tidaklah fatal dan mudah diperbaiki. Intinya, tulisannya sudah enak dibaca. Biasanya saya melihat pada 10 halaman pertama, melihat sepintas di halaman tengah dan kemudian membaca ending. Bagaimana kalau naskah tersebut baru bagus pada halaman ke-11? Berarti penulis itu harus belajar menulis lebih efektif. Pengalaman saya sih, saya belum pernah bertemu dengan naskah menarik dengan pembukaan yang kurang menarik.

2. Ide cerita yang menarik.
Seperti apa ide yang menarik menurut saya? Ada sesuatu yang unik di sana, sesuatu yang membuat orang penasaran dan pada akhirnya ingin membuat orang membacanya. Sesuatu itu tidak mudah tertebak endingnya. Ada beberapa genre yang biasanya mudah diduga endingnya seperti romance. Tidak masalah jika memang mudah ditebak, tetapi jalan menuju ending itu tidak mudah. Atau ada gabungan konsep yang menarik untuk dibicarakan. Poin plus tambahan jika penulisnya sudah mampu menciptakan plot yang ketat yang mampu membuat pembaca enggan berhenti membaca.

Beberapa ide yang menarik misalnya, tentang adanya rahasia di penambangan intan di Kalimatan (ide Galuh Hati), kisah hidup seorang rocker yang alih profesi menjadi stand up comedian (Comedy of Juno), kisah remaja yang jatuh cinta pada sekuriti sekolahnya (ide Cinta Emang Bego) dan lain-lain. Tetapi menarik saja tidak cukup, ide tersebut harus memiliki potensi pasar yang bagus (banyak yang mau beli). Jika ide tersebut menarik dan sepertinya banyak orang yang mau membeli, saya akan mengambil naskah tersebut.


Kedua hal itu yang menjadi pertimbangan utama saya dalam mencari naskah. Nama besar penulis memang jadi pertimbangan, bahkan bisa saja mengalahkan dua pertimbangan di atas. Tetapi tetap saja, nama besar bukanlah jaminan pasti diterbitkan. Penulis bagus bisa saja menulis buruk. 

Mengenai Genre
Di bawah ini saya beri beberapa gambaran kasar karya yang saya cari.

Teenlit (secara umum)
Bahasa yang digunakan mudah dimengerti remaja. Plot bisa jadi ringan, tetapi bisa juga mengangkat sesuatu yang besar dan rumit (seperti tema tentang bullying atau hamil di luar nikah). Ada sesuatu yang disampaikan kepada remaja, sesuatu baru yang mereka dapatkan setelah buku ditutup. Coba baca: Orizuka, Winna Effendi, Ken Terate (Dark Love). Untuk luar negeri bisa membaca semacam Meg Cabot, Sarah Dessen, John Green. Tema-tema yang umum diangkat dalam teenlit: friendship, getting into trouble, interest in the opposite sex, money,divorce, single parents, remarriage, problems with parents, grandparents, younger siblings, concern over grades/school, popularity,puberty, race, death, neighborhood, and job/working (menurut wiki). Hindari berceramah. Hidup remaja sudah cukup sulit menghadapi orang tua dan guru, mereka tidak perlu mendapatkannya lagi dari fiksi.

Romance
Semua jenis romance diterima, tetapi dengan kerasnya persaingan novel romance, Anda perlu memberikan sesuatu yang unik di dalam novel Anda. Itu bisa berarti eksplorasi setting cerita yang menarik, ada unsur budaya yang kuat, tema yang jarang diangkat orang, dan lain-lain. Coba baca: Prisca Primasari, Windry Ramadhina, Nina Ardianti, Moemoe Rizal, Sabrina Ws, Yoana Dianika, dan lain-lain.

Fantasy
Sebenarnya tidak mudah menerbitkan novel fantasy di Indonesia, karena itu kecuali ide novel fantasy itu bagus dan tulisan si penulis menarik, mungkin aku akan lebih memilih naskah lainnya. Dua jenis fantasy yang aku cari adalah Low Fantasy dan Urban Fantasy. Jadi ada keterkaitan dengan dunia nyata. Epic/High Fantasy seperti Lord of the Ring masih belum masuk ke dalam radarku. Aku juga menyarankan gabungan dengan genre lain seperti romance. Cerita yang berdasarkan dongeng Indonesia juga boleh. Semisal timun mas versi modern.

Science Fiction
Aku mencari novel sci-fi yang mengangkat tentang time travel, kemampuan paranormal seperti  mind control, telepathy, telekinesis, dan teleportation. Jadi bukan sci-fi dengan dunia antah berantah seperti Star Wars atau Star Trek. Mimpi seperti film Inception juga boleh. Dunia dystopia, dunia paska kiamat juga boleh selama relevan dengan setting Indonesia. Rasa Indonesia yang kuat atau setidaknya masuk akal untuk setting Indonesia, menjadi pertimbangan utama. Jadi kalau teknologi yang kamu tampilkan rasanya tidak masuk akal untuk setting Indonesia, coba pikir ulang. Untuk Indonesia, Bumi-nya Tere Liye atau Touche-nya Windhy Puspitadewi boleh menjadi referensi bacaan.

Comedy
Comedy yang aku cari adalah comedy yang menawarkan premis yang lucu. Bukan sekedar slapstick seperti terpleset pisang, tetapi memiliki karakter tokoh yang lucu, situasi yang lucu, plot menarik dan ada pesan yang disampaikan ke pembaca. Singkatnya, saat membaca sinopsis saja, aku bisa merasakan kira-kira lucunya di mana. Karya Raditya Dika bisa menjadi patokan. Oh ya, rasa lucu setiap orang memang berbeda-beda. Tidak perlu selalu sampai tertawa terbahak-bahak. Kalau sudah bisa membuat orang tersenyum atau tergelak membaca tingkah laku si tokoh menghadapi masalah, itu juga sudah oke. :)

Horror dan Suspense
Inti dari horor adalah menakutkan. Jadi,aku mencari cerita yang menyeramkan, seperti mimpi buruk. Jangan digabung dengan comedy. Kalau mau seram, seram banget. Jangan nanggung. Cari tahu apa yang menciptakan mimpi buruk bagi seseorang dan apa yang benar-benar meneror orang. Untuk Indonesia, karya Eve Shi boleh dijadikan bahan bacaan. Luar negeri: Stephen King, R.L Stine. Cerita horror dan suspense yang berdasarkan dongeng atau urban legend juga boleh.

Untuk suspense, aku ingin naskah yang menampilkan cerita dramatis, penuh lika-liku dan ketegangan sepanjang cerita, tetapi tetap terasa suasana Indonesianya. Contoh karya: Lexie Xu, Luna Torashyngu.  Cerita detektif juga bisa diterima. Aku pribadi lebih suka detektif amatir, karena mungkin tidak mudah mengangkat tema detektif kepolisian. Tetapi kalau Anda sanggup sih nggak pa-pa juga.

Inspiratif
Aku mencari novel inspiratif yang menawarkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang ada di pasar saat ini. Bisa berdasarkan cerita nyata, tetapi harus diubah menjadi fiksi yang menarik pembaca: tidak mudah ditebak, ditulis dengan gaya bahasa yang menarik, karakter yang kuat, dan lain-lain. Inspiratif bukan berarti Anda harus berceramah. Bahkan sebisa mungkin hindari kesan berceramah atau tokoh yang terlalu putih sebagai suri teladan semua orang. Aku menginginkan tokoh yang manusiawi, apa adanya, dengan kesalahan, pemikiran ajaib, keunikannya dan lain-lain. Oh ya, setting kedaerahan yang kuat juga menjadi salah satu bahan pertimbangan. Diutamakan untuk pasar remaja dan young adult. Contoh: Laskar Pelangi Andrea Hirata. Lainnya: Life of Pi (Yann Martel), The Kite Runner (Khaled Hossaeni)

Ini hanya gambaran kasar saja. Kalau kamu punya ide yang mungkin nggak masuk kategori di atas, atau kamu punya ide yang aku cari, kamu bisa mengirimkan ide kamu ke: deetopia@gmail.com