Catatan Dunia Menulis dan Kreativitas

09 December 2010

Seekor Katak dan Dinding Trotoar

9:15 AM Posted by dee , 4 comments

Waktu telah menunjukan jam sepuluh malam ketika saya melalui kompleks belakang menuju rumah saya. Pada siang hari, daerah itu adalah salah satu bagian favorit tempat tinggal saya. Sebuah taman panjang teratur menghiasi tepian sungai, menciptakan oase kecil di tengah-tengah Jakarta yang padat. Bahkan saya menggunakan taman di sepanjang sungai itu sebagai setting novel saya.

Akan tetapi, di malam hari, taman itu tidak terlalu menarik lantaran situasinya yang sangat sepi dan pencahayaannya yang tidak merata, terutama pada bagian ujung taman. Apalagi malam itu hujan rintik-rintik turun, membuat saya semakin cepat melangkah.

Saat saya mencapai ujung taman itulah kemudian saya melihat seekor katak.Sebenarnya bukanlah hal yang aneh jika saya melihat katak di sana. Namanya juga dekat dengan sungai. Saya teringat dulu ketika tanah lapangnya dibiarkan liar. Setelah hujan, akan terdengar orkestra katak saling bersahutan. Sungguh menyenangkan.

Untuk beberapa saat, saya tertarik untuk mengamati makhluk kecil itu. Katak itu tengah berusaha melompat sekuat tenaga untuk naik ke atas trotoar. Tentu saja dengan badannya yang kecil, sulit baginya untuk mencapai trotoar dan akhirnya sampai ke sungai. Tetapi ia tidak berhenti melompat. Ia terus melompat dan terus melompat. Saya sempat berpikir, sampai kapankah katak itu akan terus melompat? Trotoar itu cukup panjang dan nyaris tidak ada bagian yang lebih rendah bagi sang katak untuk bisa mencapai sungai.

Akan tetapi saya salah. Ternyata ada satu lubang kecil di ujung trotoar. Lubang itu dibuat agar air dari jalanan bisa mencapai sungai. Jika sang katak mau bekerja lebih lama lagi, ia akan menemukan lubang itu dan ia akan kembali ke sungai.

Pikiran itu membawa saya pada diri saya sendiri. Meskipun saya mencintai menulis, tetap saja ada momen di mana saya mempertanyakan semua arti hidup saya. Apakah menulis dapat membuat saya hidup berkecukupan? Apakah saya hanya hidup dalam ilusi saya sendiri? Bagaimana kalau tidak ada yang menyukai tulisan saya? Apakah saya tidak realistis dengan kondisi perbukuan di Indonesia?

Kegigihan katak itu dalam melompat itu membuat saya merenung. Mungkin seperti katak, tujuan hidup manusia adalah sungai itu. Kita semua memiliki sungai itu. Entah berupa kebahagian di dunia dan di akhirat, kekayaan, cinta, kepopuleran dan lain-lain. Untuk mencapainya, selalu ada trotoar tinggi yang harus dilompati: keluarga yang tidak setuju, situasi ekonomi yang tidak mendukung, bakat yang dirasa kurang, dan lain-lain. Saya tidak tahu apakah kemudian katak itu memilih meninggalkan sungai dan menerima tinggal di selokan saja. Akan tetapi, saya berharap katak itu mendapatkan apa yang ia inginkan.

Begitu juga kita semua. Memang pada akhirnya kita semua dihadapkan pilihan apakah kita akan terus mengejar mimpi kita atau akhirnya menerima hidup apa adanya. Akan tetapi, kalau kita mau percaya bahwa ada lubang kecil itu, pada akhirnya kita akan menemukannya, meskipun butuh waktu lama untuk menemukannya. Hanya saja, berapa banyak dari kita yang bersedia berjuang begitu lama dan begitu keras untuk mencapai mimpi yang mungkin tinggal sedikit lagi tercapai?

Saya tidak tahu apakah saya bisa menjadi seorang penulis yang baik. Tetapi seperti katak itu yang hanya bisa meloncat, saya juga hanya bisa menulis. Saya hanya bisa berharap, suatu saat saya akan menemukan lubang kecil itu dan akhirnya mencapai sungai saya sendiri.