Ketika pertama kali saya mendapatkan undangan pre-launch Writing Therapy dari sahabat saya, Risma el Jundi, sejumlah pertanyaan langsung bermunculan di kepala saya. Maklum, saya orangnya suka menebak-nebak. Kalau nonton film, saya langsung memikirkan ntar pasti begini deh, ntar begitu deh. Tetapi, tenang aja. Nebak togel nggak termasuk di dalamnya, lho. Apalagi nebak apakah di hatimu ada aku #garingya
Bakal seperti apa sih writing therapy? Isinya seperti apa? Apa bakal ada sesi curhat massal, misalnya? Atau kita bakal nulis sesuatu dan dibacakan di depan kelas gitu? Kan nggak lucu kalau misalnya semuanya curhat tentang harga cabe sementara saya malah curhat kegagalan mendapatkan lipstick yang sampai sekarang masih aja sold-out. #sebenarnyainicurhatsusupan
Anyway, sabtu kemarin, saya menghadiri acara Writing Therapy dari Delima Project. Delima ini adalah singkatan tiga founder kerennya: Deka Amalia, Nuzulia Rahma Tristinarum dan Risma el Jundi. Ketiganya memiliki background berbeda yang saling menunjang lho. Deka Amalia adalah dosen sastra, trainer dan founder Women Script Community. Nuzulia Rahma Tristinarum adalah praktisi psikologi, trainer dan therapist. Sedangkan Risma el Jundi adalah novelis, penulis buku motivasi dan memoir, founder care GBS. Dengan menggabungkan kekuatan ketiganya, maka tadaaa…. jadilah pokemon Delima Project.
Prelaunch Writing Therapy ini berjalan selama satu hari. Tetapi sebenarnya Writing Therapy bisa fleksibel sesuai dengan kebutuhan peserta. Jadi, ada pilihan program:
One day One Workshop
2 Days Workshop
3 Days Workshop
3 Month Workshop
Writing Therapy, Apaan tuh?
Sesi pertama langsung dimulai dengan gebrakan dari Nuzulia Rahma Tristinarum (Lia). Beliau memulai dengan penjelasan tentang writing therapy. Jadi writing therapy ini bukan istilah yang turun dari langit atau mengada-ada biar workshopnya kelihatan beda, begitu. Tetapi writing therapy emang beneran ada dalam terapi psikologis. Namun writing therapy ini bukan sekedar nulis-nulis aja atau curhat-curhat aja. Writing therapy itu ada tata cara dan strukturnya.
Writing therapy itu ada banyak jenisnya, seperti:
Dialogue Journal dan Acara Tangis-tangisan
Jadi, karena acaranya hanya sehari, tidak mungkin Writing Therapy ini meng-cover semua teknik writing therapy yang ada. Maka, yang digunakan sebagai latihan adalah dialoque journal. Seperti sudah dijelaskan di atas, dialogue journal ini intinya, kita menulis percakapan dua sisi, antara kita dan pihak lain yang kita ajak ngobrol. Bisa orang lain, tubuh kita sendiri, masalah kita, masa lalu kita, mantan….. #eh
Di sesi ini, kita diminta menulis percakapan tersebut dalam jangka waktu tertentu. Ya nggak mungkin nggak dibatasi lah, ya. Ntar jadinya malah pada nulis novel. Anyway, sesi ini sedikit mengingatkan saya pada latihan kecil yang pernah saya kerjakan dari bukunya Martha Beck, Finding Your Own North Star.
Di salah satu latihannya, Beck mengajak pembaca untuk berbicara pada tubuh kita sendiri dan bertanya apa yang salah. Ia percaya bahwa tubuh dapat memberi tahu kita apakah kita sudah ada di jalan yang tepat ataukah ada yang harus diperbaiki dari hidup kita. Memang tidak ada bagian menulisnya, tetapi model percakapannya, mengingatkan saya saat saya harus membuat dialoque journal. Begitu maksudnya, kakak. :)
Setelah selesai, tulisan tersebut kita simpan untuk diri sendiri untuk bahan evaluasi. Bisa juga dibicarakan dengan Lia seusai workshop, namun syarat dan ketentuan berlaku, ya. Hehehe….
Apakah dengan menulis dialogue journal, kita berarti harus memaafkan? Tidak juga. Menurut Lia, ending dari latihan ini tidak harus berakhir dengan happy ending. Bisa saja kita merasa tidak sanggup memaafkan. Tidak mengapa juga karena semuanya membutuhkan proses. Bisa juga di akhir tulisan kita, kita menerima kenyataan hidup dan move-on. Karena kadang kehidupan memang menyesakkan seperti itu.
Supaya writing therapy ini makin mantap dan bergizi, Deka Amalia dan Risma el Jundi secara bergantian memberikan materi tentang kepenulisan. Deka, misalnya, memberikan beberapa tips kepenulisan yang menarik. Deka percaya bahwa sebenarnya menulis itu yang penting adalah kemauan untuk berproses dan mengatur waktu dengan baik.
Sementara Risma el Jundi membagi pengalamannya dalam mendorong penulis menggunakan writing therapy dalam membuat memoar. Ternyata curhat nggak sekadar curhat lho. Kalau dituliskan dengan baik, curhat bisa menjadi sejumlah karya yang bernilai tinggi dan menginspirasi orang lain.
Ketiganya berharap bahwa setelah mengikuti writing therapy, peserta akan dapat: menghargai perjalanan jiwanya, mensyukuri perjalanan hidupnya, menerima peraaan yang hadir dan menyayangi diri sendiri.
Tertarik ikutan Writing Therapy? Kamu bisa menghubungi Deka Amalia via facebook: https://www.facebook.com/dekaamalia.ridwan atau WA: 0857-7167-3538 untuk jadwal lengkapnya.
Bakal seperti apa sih writing therapy? Isinya seperti apa? Apa bakal ada sesi curhat massal, misalnya? Atau kita bakal nulis sesuatu dan dibacakan di depan kelas gitu? Kan nggak lucu kalau misalnya semuanya curhat tentang harga cabe sementara saya malah curhat kegagalan mendapatkan lipstick yang sampai sekarang masih aja sold-out. #sebenarnyainicurhatsusupan
Anyway, sabtu kemarin, saya menghadiri acara Writing Therapy dari Delima Project. Delima ini adalah singkatan tiga founder kerennya: Deka Amalia, Nuzulia Rahma Tristinarum dan Risma el Jundi. Ketiganya memiliki background berbeda yang saling menunjang lho. Deka Amalia adalah dosen sastra, trainer dan founder Women Script Community. Nuzulia Rahma Tristinarum adalah praktisi psikologi, trainer dan therapist. Sedangkan Risma el Jundi adalah novelis, penulis buku motivasi dan memoir, founder care GBS. Dengan menggabungkan kekuatan ketiganya, maka tadaaa…. jadilah pokemon Delima Project.
Prelaunch Writing Therapy ini berjalan selama satu hari. Tetapi sebenarnya Writing Therapy bisa fleksibel sesuai dengan kebutuhan peserta. Jadi, ada pilihan program:
One day One Workshop
2 Days Workshop
3 Days Workshop
3 Month Workshop
Keseruan mengikuti Writing Therapy. Ternyata diam-diam nggak tahu malu :D |
Writing Therapy, Apaan tuh?
Sesi pertama langsung dimulai dengan gebrakan dari Nuzulia Rahma Tristinarum (Lia). Beliau memulai dengan penjelasan tentang writing therapy. Jadi writing therapy ini bukan istilah yang turun dari langit atau mengada-ada biar workshopnya kelihatan beda, begitu. Tetapi writing therapy emang beneran ada dalam terapi psikologis. Namun writing therapy ini bukan sekedar nulis-nulis aja atau curhat-curhat aja. Writing therapy itu ada tata cara dan strukturnya.
Writing therapy itu ada banyak jenisnya, seperti:
- Focused journal therapy. Jadi terapinya langsung berfokus pada peristiwa yang dialami penulis.
- Visual journal. Terapi ini dimulai dari sebuah foto atau gambar, dan kemudian baru menulis.
- Dialogue Journal. Dalam terapi ini, kita menulis percakapan antara diri kita dengan sseseorang atau sesuatu yang menjadi permasalahan kita. Bisa orang yang masih hidup, meninggal, aktivitas, bagian dari kepribadian kita, tubuh kita sendiri, masa lalu kita, dan lain-lain. Sesuatu ini mengganjal hidup kita dan harus dibereskan. Atau kadang kala kita mengabaikan ganjalan tersebut tetapi diam-diam hidup kita terganggu karenanya. Percakapan ini sifatnya subyektif, memang. Apa yang kita pahami belum tentu merupakan kebenaran. Tetapi ini merupakan langkah awal untuk memahami dan menerima diri kita sendiri.
- Unsent Letter. Di terapi ini kita mengungkapkan perasaan kita dalam sebuah surat, namun kita tidak perlu mengirimkannya. Berbicara tentang ini, kayaknya saya pernah membuat unsent letter beberapa bulan yang lalu. Kalau nggak salah, saya mendapatkan tutorialnya di youtube. Kepada siapa unsent letter saya? Mau tahu atau mau tahu aja? Hehehe
Dialogue Journal dan Acara Tangis-tangisan
Jadi, karena acaranya hanya sehari, tidak mungkin Writing Therapy ini meng-cover semua teknik writing therapy yang ada. Maka, yang digunakan sebagai latihan adalah dialoque journal. Seperti sudah dijelaskan di atas, dialogue journal ini intinya, kita menulis percakapan dua sisi, antara kita dan pihak lain yang kita ajak ngobrol. Bisa orang lain, tubuh kita sendiri, masalah kita, masa lalu kita, mantan….. #eh
Mulai sibuk menulis atau update status? |
Di sesi ini, kita diminta menulis percakapan tersebut dalam jangka waktu tertentu. Ya nggak mungkin nggak dibatasi lah, ya. Ntar jadinya malah pada nulis novel. Anyway, sesi ini sedikit mengingatkan saya pada latihan kecil yang pernah saya kerjakan dari bukunya Martha Beck, Finding Your Own North Star.
Di salah satu latihannya, Beck mengajak pembaca untuk berbicara pada tubuh kita sendiri dan bertanya apa yang salah. Ia percaya bahwa tubuh dapat memberi tahu kita apakah kita sudah ada di jalan yang tepat ataukah ada yang harus diperbaiki dari hidup kita. Memang tidak ada bagian menulisnya, tetapi model percakapannya, mengingatkan saya saat saya harus membuat dialoque journal. Begitu maksudnya, kakak. :)
Setelah selesai, tulisan tersebut kita simpan untuk diri sendiri untuk bahan evaluasi. Bisa juga dibicarakan dengan Lia seusai workshop, namun syarat dan ketentuan berlaku, ya. Hehehe….
Apakah dengan menulis dialogue journal, kita berarti harus memaafkan? Tidak juga. Menurut Lia, ending dari latihan ini tidak harus berakhir dengan happy ending. Bisa saja kita merasa tidak sanggup memaafkan. Tidak mengapa juga karena semuanya membutuhkan proses. Bisa juga di akhir tulisan kita, kita menerima kenyataan hidup dan move-on. Karena kadang kehidupan memang menyesakkan seperti itu.
Supaya writing therapy ini makin mantap dan bergizi, Deka Amalia dan Risma el Jundi secara bergantian memberikan materi tentang kepenulisan. Deka, misalnya, memberikan beberapa tips kepenulisan yang menarik. Deka percaya bahwa sebenarnya menulis itu yang penting adalah kemauan untuk berproses dan mengatur waktu dengan baik.
Sementara Risma el Jundi membagi pengalamannya dalam mendorong penulis menggunakan writing therapy dalam membuat memoar. Ternyata curhat nggak sekadar curhat lho. Kalau dituliskan dengan baik, curhat bisa menjadi sejumlah karya yang bernilai tinggi dan menginspirasi orang lain.
Ketiganya berharap bahwa setelah mengikuti writing therapy, peserta akan dapat: menghargai perjalanan jiwanya, mensyukuri perjalanan hidupnya, menerima peraaan yang hadir dan menyayangi diri sendiri.
Sesi penutup oleh Risma el Jundi |
Tertarik ikutan Writing Therapy? Kamu bisa menghubungi Deka Amalia via facebook: https://www.facebook.com/dekaamalia.ridwan atau WA: 0857-7167-3538 untuk jadwal lengkapnya.